Hadirnya media sosial memudahkan berbagai aktivitas komunikasi, termasuk ucapan harapan dan do’a kepada sesama. Contohnya, mengirim surat Al-Fatihah atau ucapan innalillahi wa inna ilaihiroji’un kepada rekan atau saudara yang terkena musibah lewat Whatsapp.
Lalu, bagaimana hukum mengirim teks Al-Fatihah atau ucapan duka dalam bentuk stiker atau teks yang sudah di-save dan tinggal copy-paste saja?
Menurut Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, KH Robikin Emhas, do’a yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal bisa sampai dan bermanfaat untuk mayyit.
Tetapi jika doa-doa tersebut hanya berbentuk stiker atau teks bacaan al-Fatihah dan do’a lainnya tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum di-share, tidak bisa dikatakan doa dan tidak ada manfaatnya bagi mayyit.
“Doa-doa tersebut harus diucapkan secara lengkap terlebih dahulu, sebelum di-share,” kata Robikin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/7).
Alumnus Ponpes Qiyamul Manar Gresik ini merujuk pendapatnya pada Kitab Al-Adzkar Li-Syaikhil Islam Al-Imam Al Nawawi pada hal 16.
“Ketahuilah bahwa dzikir yang disyariatkan dalam salat dan ibadah lainnya, baik yang wajib ataupun sunnah tidak dihitung dan tidak dianggap kecuali diucapkan, sekiranya ia dapat mendengar yang diucapkannya sendiri apabila pendengarannya sehat dan dalam keadaan normal (tidak sedang bising dan sebagainya).”
Kitab lain yang jadi rujukan Robikin Emhas adalah Al Mausu’ah Al Fiqhiyah (21/249). “Dzikir yang wajib atau sunah, di dalam shalat atau yang lain, tidak bisa mendapatkan pahala kecuali dilafadzkan orang yang berdzikir tersebut dan (suaranya) terdengar, jika pendengarannya normal.”
“Jadi harus diucapkan, jika tidak, maka tidak bermanfaat kepada yang sudah meninggal,” tutup Robikin. (rmisumsel/rmid)
Discussion about this post