Jika tanggal 10 Dzulhijjah disebut dengan istilah hari raya Idul Adha atau disebut juga yaumun nahri (hari penyembelihan), maka tiga hari sesudahnya yaitu tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah disebut dengan istilah hari-hari tasyriq (أيام التشريق). Al-Ba’li berkata,
Artinya : “…hari-hari tasyriq adalah tanggal sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijjah.. (Al-Muttholi’ ‘Ala Alfadzi Al-Muqni’ hlm 108-109)
Rowwas Qol’ahji dkk juga memberikan informasi senada,
Artinya : “…hari-hari tasyriq adalah hari-hari tanggal sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijjah..” (Mu’jamu Lughoti Al-Fuqoha’, juz 1 hlm 115)
Hari-hari tasyriq adalah hari yang dimaksudkan Allah dalam Al-Qur’an dengan sebutan ayyam ma’dudat dan kita diperintahkan untuk bertakbir mengingat Allah pada hari-hari tersebut, terutama setiap selesai salat lima waktu. Allah berfirman,
Artinya : “..Ingatlah Allah pada ayyam ma’dudat (hari-hari tertentu)…”
Oleh karena itu, berdasarkan ayat ini kaum muslimin melakukan takbir muqoyyad setiap selesai salat lima waktu selama tanggal 11,12 dan 13 dan memberinya nama dengan sebutan takbir tasyriq.
Di hari tasyriq kaum muslimin diperintahkan untuk makan-minum dan dilarang berpuasa berdasarkan hadis,
Artinya : “Dari Nubaisyah Al Hudzali ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Hari-hari Tasyriq adalah hari makan-makan dan minum’” (H.R.Muslim juz 5 hlm 492).
Di hari tasyriq, kaum muslimin juga masih boleh menyembelih hewan qurban jika belum bisa menyembelihnya pada tanggal 10 Dzulhijjah berdasarkan riwayat,
Artinya : “…Seluruh hari tasyriq adalah (hari) penyembelihan…” (H.R.Ahmad, juz 27 hlm 316)
Sebenarnya apa makna tasyriq? Mengapa hari-hari itu diistilahkan dengan nama tasyriq?
Jawabannya adalah sebagai berikut.
Tasyriq (التَّشْرِيْق) adalah bentuk mashdar dari kata syarroqo (شَرَّقَ) yang bermakna MENDENDENG. Maksud mendendeng adalah mengiris-iris dan menyayat daging kemudian menjemurnya di bawah sinar matahari agar kering dengan maksud mengawetkan daging.
Mendendeng adalah salah satu teknik di masa dulu yang dipakai untuk mengawetkan daging agar bisa disimpan dan dimanfaatkan dalam waktu yang lama. Jadi hari tasyriq secara bahasa bermakna HARI PENDENDENGAN (daging kurban). Al-Azhari berkata,
Artinya : “…hari-hari tasyriq dinamakan demikian karena orang-orang mendendeng daging qurban di bawah sinar matahari, yakni menjemurnya di bawah sinar matahari agar kering. Tasyriq daging bermakna memotong-motong dan mengiris-irisnya. Di antara penggunaannya (secara bahasa), kambing yang terbelah telinganya menjadi dua disebut dengan istilah syarqo’…” (Az-Zahir Fi Ghoribi Alfadzi Asy-Syafi’i, hlm 83)
Adapun mengapa kaum muslimin mendendeng daging kurban, maka hal itu dikarenakan Allah mengizinkan orang yang berqurban memakan sebagian daging kurban itu disamping harus dibagi-bagikan kepada fakir miskin, kenalan, tetangga, kerabat dan orang-orang yang berharap.
Ketika berqurban, tidak mungkin semua daging akan dimakan dan dihabiskan dalam sehari. Oleh karena itu, yang paling logis adalah pengawetan daging tersebut dengan cara didendeng. Dengan cara ini, daging kurban bisa disimpan dan dijadikan makanan untuk jangka waktu yang lama.
Di masa-masa awal Rasulullah ﷺ melarang menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari karena masih banyak orang yang membutuhkan makanan. Setelah problem tersebut hilang, Rasulullah ﷺ mengizinkan menyimpan daging qurban dalam waktu yang lama dan tidak dibatasi. Izin untuk menyimpan daging qurban dalam waktu yang lama ini meniscayakan penggunaan teknologi pengawetan.
Atas dasar itu, maka bisa disimpulkan satu hukum penting yaitu bahwa daging qurban boleh didistribusikan dalam kondisi sudah diolah, baik itu diawetkan maupun dimasak matang. Negeri yang setiap tahun pasti banyak daging kurban seperti Saudi Arabia, mustahil bisa menghabiskan daging kurban untuk konsumsi dalam satu hari.
Teknologi pengawetan bisa membantu hal ini. Daging-daging kurban bisa diawetkan dulu, kemudian didistribusikan ke seluruh dunia yang membutuhkan tanpa terikat waktu tertentu. Wallahua’lam.
Oleh: Ustadz Muafa
Discussion about this post